TIDAK terasa Republik Indonesia sudah berusia 66 tahun.
Sebuah perjalanan panjang bangsa. Membangun kejayaan bangsa yang
semakin lama semakin redup tergerus arus globalisaasi. Jati diri bangsa
semakin luntur. Perubahan terjadi di segala bidang termasuk pendidikan.
Jika kita tidak mampu mengelola perubahan itu dengan baik, maka
secara otomatis kita akan terpengaruh. Perubahan tersebut adalah
mengenai tujuan pendidikan kita.
Pendidikan di Indonesia atau
yang biasa disebut Pendidikan Nasional merupakan pendidikan berwawasan
pancasila yang berakar pada nilai agama, budaya dan peka terhadap
perkembanagan zaman. Sebagaimana termaktub dalam UU sistem Pendidikan
Nasional Nomor 2 tahun 2003 bahwa fungsi pendidikan nasional adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Sedangkan
menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan upaya untuk memajukan
perkembangan budi pekerti yang terintegrasi (batin, intelegensi, dan
tubuh) untuk memajukan kesempurnaan hidup selaras alam dan masyarakat.
Di sini dapat dimengerti bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan dua
mata rantai yang tidak bisa dipisahkan.
Tetapi pada kenyataannya,
pendidikan selalu dikaitkan dengan keberhasilan dan kesuksesan. Orang
berlomba-lomba untuk menempuh pendidikan yang tinggi untuk mencari
pekerjaan yang layak. Punya rumah besar, mobil mewah dan harta melimpah.
Agaknya ini yang membuat karakter bangsa mulai luntur. Mereka
mengagung-agungkan kecerdasan yang mereka miliki. Mereka menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tak jarang kita temui
para elite politik dan cendikiawan melakukan korupsi dengan sadar dan
tanpa malu sedikit pun.
Lalu apa yang salah dari bangsa
Indonesia? Secara umum tampaknya tidak ada masalah bahkan bangsa ini
cukup banyak menampilkan orang orang yang cerdik dan pandai. Manusia
Indonesia tidak bermasalah dengan IQ dan otaknya, tetapi tampaknya tidak
demikian dengan hati nurani yang mencerminkan karakter dan jati
dirinya. Karakter bangsa Indonesia yang terkenal ramah tamah, sopan
santun dan gotong royong berubah menjadi penampilan preman yang bengis
dan beringas yang tega pada sesamanya, yang tidak peduli lagi dengan
nasib bangsanaya.
"When Character is lost, everything is lost,"
demikianlah pesan pepatah bijak, bahwa korupsi di negeri ini bukan
dilakukan oleh mereka yang tidak berpendidikan, bukan pula oleh mereka
yang tidak beragama, dan bukan pula oleh mereka yang tidak mempunyai
kedudukan, tetapi oleh mereka yang tidak mempunyai karakter lagi.
Pendidikan boleh tinggi, kedudukan boleh terhormat, tetapi apabila
mereka tidak mempunyai karakter yang baik, maka akan menjadi sia-sia.
Pendidikan
di Indonesia adalah pendidikan yang berbudaya, bukan pendidikan yang
kapitalis. Pendidikan di Indonesia mencetak generasi yang cerdas dan
mempunyai karakter yang baik. Tujuan pendidikan kita adalah membudayakan
manusia. Maka, tujuan pendidikan nasional memang tidak bisa tidak
adalah untuk membudayakan manusia Indonesia sesuai dengan nilai nilai
budayanya sendiri, sesuai dengan karakter dan jati dirinya.
Pendidikan
yang berbudaya sebaiknya diterapkan sejak dini, ketika anak mulai masuk
sekolah dasar. Pendidikan yang berbudaya bertujuan untuk membentuk
karakter sejak dini. Pendidikan yang berbudaya misalnya mengajarkan
pendidikan karakter yang baik. Niai-nilai pendidikan karakter tersebut
adalah jujur, religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demoktratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Sehingga,
dengan adanya pendidikan berbudaya, diharapkan dapat mencetak generasi
yang cerdas dan mempunyai watak baik serta berakhlakul karimah.
Posted by
moch